Antara Kuota dan Cita-Cita






    Memasuki bulan ke enam dimana masa pandemi wabah corona virus deseases 19 atau Covid-19 yang massif, namun sangat menakutkan pun mematikan. Sehingga, membuat aktifitas banyak yang terhalang olehnya. Entah kapan berakhirnya, kita pasrahkan kepada sang kholik pemilik jagad raya ini.
    Banyaknya kegiatan dan pergerakan tidak maksimal dijalankan, dilema memang. Namun, kita tetap mawas diri dari dampak virus tersebut. Akibat dari penyebaran dan terus bertambahnya di Ranah Minang, sehingga Sekolah mulai dari PAUD, TK dan SD sampai ke jenjang perguruan tinggi dilakukan proses belajar mengajar via online (daring). Ada plus minusnya, satu sisi menjaga jarak agar terputusnya penyebaran Virus Corona pada anak bangsa. 
  Namun, sisi lain anak- anak kurang memahami pola, bahan ajar dan bagaimana mereka meng-explore nya pun kurang lugas. Tentunya, jika pola dan cara ini terus dilakukan maka akan terlahirlah generasi yang lemah bahkan kurang mumpuni. Bahkan, akan jauh dengan apa yang mereka cita-citakan sulit mereka gapai.
 Setiap orang pasti berharap bisa mewujudkan cita-cita mereka. Namun tidak jarang, impian tersebut belum bisa terwujud sehingga tidak sedikit yang menanggung kekecewaan. Menurut Psikolog Mona Sugianto, cita-cita yang belum terwujud bukanlah masalah. "Kalian tidak perlu khawatir, kalau cita-cita yang satu belum terwujud. Karena yang namanya impian tidak akan pernah berhenti. Setelah itu, kita pasti akan memiliki impian-impian yang baru dan besar. 
  Bangunlah impian dan cita-cita itu dari kepedulian kita di sekitar. cita-cita tidak hanya bisa membuat seseorang memiliki tujuan yang jelas tetapi juga untuk tujuan yang lebih luas, yaitu membangun bangsa. Apa pun yang kita cita-citakan, jadilah yang terbaik. Banyak jalan untuk bisa meraih cita-cita, namun jika ada tirai penghalangnya, segeralah cari jalan lain agar bisa sampai.
     Namun, sayang  fenomenal belajar daring (online) saat ini selain meningkatnya akan kebutuhan internet sehingga membuat penbahan biaya hidup. Hal yang sangat memiriskan ialah anak- anak hanya belajar sendiri dirumah, meringkas diktat, menyelesaikan tugas itupun date line untuk mengejarkan silabus. Apakah mereka memahami apa yang mereka pelajari, apakah mereka mengerti setiap bidang studi maupun soal yang di berikan oleh guru kelas? Apakah relevansi quato dan cita-cita? Akankah cita-cita bisa digapai tanpa ataupun bersama quota? 
  Banyaknya kasus yang kita lihat, seperti beberapa kasus yang muncul seorang anak yang masih duduk di SMP rela bekerja jadi buruh kasar demi quota dan membeli HP andorid. Kemudian, ada orang tua karena keterpaksaanya tidak mampu memenuhi kebutuhan quota dan demi cita-cita sang buah hati, beliau rela mencuri HP dan masih banyak kasus lainnya mungkin yang terjadi di negri ini.
  Belum lagi di Daerah yang jauh bahkan tidak terkoneksi dengan jaringan intetnet. Mereka rela jauh-jauh mencari daerah yang terkoneksi. Terkadang ada juga memanjat pohon. Mau tidak mau, ada tidak ada uang, quota dan andorid mesti standby, jika tidak ketinggalan mata pelajaran. Dalam sehari, ada tiga sampai lima soal diberikan. Tentunya, bagi sebahagian orang tua jadi masalah baru menambah cost hidup. Apa mau dikata, demi cita-cita, quotapun mesti harus ada.
 Nah, jika ini dibiarkan terus dan berkesinambungan tentu sangat disayangkan. Seperti halnya siswa SMP yang rela bekerja jadi buruh kasar, ini sangat berisiko besar terhadap keselamatannya, masa bermain maupun belajar akan tertinggal.
   Kemudian, kisah Dimas murid kelas 7 SMP Rembang. Ia rela seorang diri di sekolahnya  melakukan kegiatan belajar, bahkan rela pagi- pagi ke sekolah dengan alasan tidak memiliki smartphone atau gawai untuk digunakan pembelajaran jarak jauh secara daring, bahkan orang tuanya tidak mampu untuk membeli quota. Namun, ia memiliki semangat yang tinggi untuk ikut pelajaran dan demi sebuah cita-cita.
   Mungkin, apa yang dialami oleh Dimas dan anak-anak lainnya di nusantara ini hampir sama. Disinilah letaknya pemerintah hadir, dinas terkait juga bisa memberikan solusinya, sehingga anak-anak bangsa bisa belajar dengan baik, bisa memahami materi sesempurna mungkin. Maka, akan lahirlah generasi muda bangsa yang handal dan berdaya saing. Namun, jika dibiarkan mereka memikul beban berat, percayalah akan adanya suatu kemunduran. Mari secara bersama mendidik anak bangsa terpola, tersistem dan terpadu dalam menggapai segala cita-citanya. 
   Semoga semuanya segera berakhir, anak-anak bisa kembali ke sekolah belajar menuntut ilmu dari para guru dan tenaga pendidik yang profesional sesuai dengan bidang keilmuannya. Kelak mereka bisa menggapai impian dan cita-citanya sesuai apa yang tetpatri di diri mereka. (***)

Oleh: Hariyanto, SS, SH, Sutan Malin Mudo
           (Pemerhati Sosial & Dhuafa)

Post a Comment

[blogger]

Author Name

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.