Pandangan Hukum dan Respons Berbagai Pihak atas Demo Berlangsung pada Agustus 2025 di Indonesia


 

Maklumatnews-pandangan hukum dan respons berbagai pihak atas demo yang berlangsung pada Agustus 2025 di Indonesia—dengan fokus pada aspek legal, hak konstitusional, pelanggaran oleh aparat, serta perlindungan terhadap peserta dan jurnalis:

1. Dasar Hukum Demonstrasi di Indonesia

  • UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menjadi pondasi yang menjamin hak berdemonstrasi sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang dilindungi konstitusional.

  • Menteri Koordinator Bidang Hukum, Yusril Ihza Mahendra, menekankan bahwa pemerintah tidak melarang demo, termasuk tuntutan ekstrem seperti pembubaran DPR/MPR, selama aksi itu tertib dan sesuai hukum.

2. Hak Konstitusional vs Ketertiban Umum

  • Akademisi dan pakar hukum mengingatkan bahwa hak untuk menyampaikan pendapat harus dilindungi, namun pelibatan anak-anak dalam demonstrasi menjadi sorotan serius. Dalam praktik, aparat mengamankan anak di bawah umur dengan dasar bahwa mereka tidak cakap hukum dan perlu dilindungi dari potensi kekerasan atau situasi berbahaya.

  • Para pengamat menekankan hal ini sebagai bagian dari pemenuhan hak anak yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak, khususnya Pasal 28B ayat (2).

3. Kekerasan dan Represi Aparat dalam Demo Agustus 2025

  • Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyatakan bahwa penggunaan gas air mata, meriam air, pasukan taktis, dan sweeping oleh aparat merupakan bentuk represi berlebihan yang mencederai hak kebebasan berpendapat.

  • Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) mencatat 370 penangkapan sewenang-wenang, sekaligus mengkritik praktik “pengamanan” dan “pendataan” yang dinilai sebagai kamuflase dari pelanggaran HAM.

  • Data LBH dan YLBHI menunjukkan: lebih dari 3.300 ditangkap, 1.042 mengalami luka-luka, dan 10 orang meninggal dalam rentang aksi 25–31 Agustus 2025.

4. Perlindungan terhadap Jurnalis selama Demonstrasi

  • Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam kekerasan dan intimidasi yang dialami oleh jurnalis saat peliputan aksi demonstrasi antara 25–30 Agustus 2025. Mereka menaruh perhatian serius terhadap bentuk pembungkaman yang mengancam kebebasan pers dan demokrasi.

5. Respons Formal Pemerintah dan HAM

  • Kementerian HAM membuka posko pengaduan masyarakat, mendukung penindakan transparan terhadap pelanggaran dalam demonstrasi, dan mempertegas komitmen pemerintah untuk menjamin kebebasan berpendapat sesuai ICCPR Pasal 19 dan 21.

  • Akademisi seperti FHUI mengecam keras tindakan represif aparat dalam konteks demo akhir Agustus 2025, menegaskan bahwa hal tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi.

  • SAPMA PP DKI menyampaikan bahwa meskipun aksi demonstrasi adalah hak konstitusional, kerusuhan dan vandalisme yang terjadi menyimpang dari nilai-nilai Pancasila dan merugikan masyarakat.

Ringkasan Pandangan Hukum

Isu Utama Pandangan Hukum / Pihak Terkait
Kebebasan berdemonstrasi Dijamin oleh UU 9/1998 & konstitusi
Syarat & batasan Harus tertib, tidak melibatkan anak (cakap hukum)
Kekerasan aparat Dikecam oleh PSHK, TAUD, FHUI sebagai pelanggaran HAM
Proteksi jurnalis Penindasan dianggap ancaman demokrasi
Respons pemerintah & HAM


⚖️ A. Prosedur Hukum Penanganan Demo yang Sah Menurut UU

Menurut UU No. 9Tahun1998 tentan Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, aksi demonstrasi sah jika memenuhi syarat berikut:

  1. Pemberitahuan ke Polisi minimal 3x24 jam sebelum aksi.
  2. Tidak mengganggu ketertiban umum, keamanan nasional, dan moralitas publik.
  3. Tidak membawa senjata.
  4. Peserta tidak boleh anak di bawah umur kecuali didampingi atau atas izin wali.

Jika syarat ini dipenuhi, polisi wajib melindungi, bukan membubarkan.

B. Pelanggaran Hukum dalam Penanganan Demo Agustus 2025

Berdasarkan temuan dari LBH, YLBHI, AJI, dan PSHK:

1. Kekerasan Fisik dan Penggunaan Kekerasan Berlebihan

  • Penggunaan gas air mata dan meriam air tanpa proporsionalitas.
  • Pemukulan, penendangan, dan pemborgolan tanpa perlawanan dari massa.

 Ini melanggar:

  • Pasal 28G UUD 1945 (hak atas rasa aman)
  • KUHP Pasal 351 (penganiayaan)
  • UU HAM No. 39/1999
  • Konvensi Menentang Penyiksaan (CAT) yang telah diratifikasi RI

2. Penangkapan Sewenang-Wenang

  • Ratusan peserta, termasuk anak-anak dan pelajar, ditangkap tanpa surat perintah.
  • Tidak semua ditangkap saat melakukan kekerasan.

 .Ini melanggar:

  • KUHAP (Pasal 18 ayat 1)
  • Prinsip due process of law
  • UU Perlindungan Anak

3. Pembatasan pada Pers

  • Jurnalis dilaporkan mengalami intimidasi, perampasan alat, dan pemukulan.

.Melanggar:

  • UU Pers No. 40 Tahun 1999
  • Pasal 28F UUD 1945 (hak memperoleh dan menyebarkan informasi)

C. Prinsip Hukum yang Dilanggar



1. Jika dilanggar oleh aparat/negara

  • Prinsip Perlindungan HAM → hak untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat dijamin UUD 1945 (Pasal 28E, 28F) dan UU No. 9 Tahun 1998.
  • Prinsip Legalitas & Rule of Law → tindakan aparat harus berdasarkan hukum, bukan sewenang-wenang.
  • Prinsip Non-Diskriminasi → tidak boleh ada perlakuan berbeda terhadap peserta demo karena pandangan politik, agama, atau latar belakang.
  • Prinsip Proporsionalitas → penggunaan kekerasan atau pembubaran harus sesuai kebutuhan, tidak boleh berlebihan.

2. Jika dilanggar oleh peserta demo

  • Prinsip Tertib Hukum → demo harus sesuai prosedur (pemberitahuan, waktu, tempat).
  • Prinsip Kepatuhan pada Hukum Positif → tidak boleh merusak fasilitas umum, mengganggu ketertiban, atau melakukan kekerasan.
  • Prinsip Menghormati Hak Orang Lain → kebebasan berpendapat tidak boleh menghilangkan hak warga lain untuk aman, tenang, dan beraktivitas.
  • Jadi, dalam demo sering terjadi pertentangan prinsip hukum: di satu sisi hak warga untuk menyampaikan pendapat, di sisi lain kewajiban menjaga ketertiban umum.
  • Latar Belakang & Pemicu Awal Aksi protes besar bermula pada 25 Agustus 2025, dipicu oleh rencana tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan untuk anggota DPR—sekitar sepuluh kali lipat upah minimum Jakarta—yang memicu kemarahan publik di tengah kesulitan ekonomi masyarakat rakyat.
    • Kritik tajam datang dari pernyataan kontroversial anggota DPR seperti Nafa Urbach dan Ahmad Sahroni, yang semakin memperparah kemarahan warga.
    • Demonstrasi menyebar ke banyak kota: Medan, Bandung, Makassar, Yogyakarta, dan hingga Papua, dengan pelibatan mahasiswa, pengemudi ojek online, buruh, dan masyarakat sipil.

    Puncak Krisis: 28–30 Agustus 2025

    • Pada 28 Agustus, pengemudi ojek daring bernama Affan Kurniawan tewas setelah tertabrak kendaraan lapis baja Brimob dalam kerusuhan demo di Jakarta—momen ini menjadi pemicu eskalasi lebih besar.
    • Kerusuhan menyebar: demonstran membakar kantor DPRD di Makassar dan daerah lain, menewaskan beberapa orang yang terjebak dalam kebakaran atau terluka saat melompat dari gedung.
    • Pemerintah merespons: Presiden Prabowo Subianto membatalkan kunjungan ke China, berjanji menyelidiki insiden Kurniawan, dan mencabut tunjangan mewah DPR.
    • Aksi juga mencapai titik ekstrem: rumah pejabat seperti Menkeu dan gedung parlemen menjadi sasaran kerusuhan dan penjarahan.
    • Amnesty International mengutuk penggunaan kekerasan berlebihan oleh aparat, mendesak penyelidikan dan pembebasan demonstran yang ditahan.

    Aksi Lanjutan & Tuntutan Publik

    • Gerakan protes berkembang menjadi menuntut reformasi struktural. Melalui gerakan “17+8 Tuntutan”, rakyat meminta:
      • Pengusutan tegas pelanggaran HAM,
      • Mundurnya keterlibatan militer (TNI),
      • Pembebasan tahanan demo,
      • Penindakan terhadap aparat yang berbuat kekerasan.

    Dampak & Respon

    • Unjuk rasa ini menjadi tantangan terbesar bagi pemerintahan Prabowo sejak awal masa jabatan.
    • Reformasi masih dituntut: meskipun ada pencabutan tunjangan, tuntutan mendalam soal oligarki, ketimpangan ekonomi, dan transparansi politik tetap bergema.

    Ringkasan 

    Aspek Uraian Singkat
    Pemicu utama Rencana tunjangan DPR Rp 50 juta/bln di tengah krisis ekonomi
    Puncak aksi 28–30 Agustus: kematian Affan, kerusuhan dan pembakaran gedung
    Tuntutan publik Reformasi struktural & pembatalan tunjangan elit
    Respons pemerintah Pencabutan tunjangan, pembatalan kunjungan, penyelidikan
    Dampak luas Krisis legitimasi pemerintah, mobilisasi nasional meluas
  • Demonstrasi Agustus 2025: Gejolak Nasional atas Ketimpangan Politik & Ekonomi

artikel:Hendrizon, SH.,MH

Posko pengaduan, afirmasi hak


 

Post a Comment

[blogger]

Author Name

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.