Latest Post

 

 Hendrizon, SH., MH.

Wartawan Muda

Pers di Era Digital: Hubungan Media Online dengan UU ITE

Abstrak

Kemajuan teknologi informasi telah mengubah wajah pers Indonesia dari media cetak menuju media online. Perubahan ini membawa peluang baru dalam penyebaran informasi, tetapi sekaligus menimbulkan tantangan hukum akibat tumpang tindih antara Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE). Artikel ini menganalisis hubungan hukum antara media online dengan UU ITE melalui pendekatan asas lex specialis derogat legi generali. Hasil kajian menunjukkan bahwa karya jurnalistik dalam media online tetap tunduk pada UU Pers, sedangkan UU ITE hanya berlaku terhadap konten digital non-jurnalistik. Namun, praktik kriminalisasi pers masih sering terjadi, sebagaimana terlihat dalam kasus Muhammad Yusuf (2018) dan Diananta Putra Sumedi (2020). Oleh karena itu, diperlukan reformasi regulasi dan penguatan peran Dewan Pers agar kebebasan pers tetap terjamin di era digital.

Kata Kunci: UU Pers, UU ITE, Media Online, Kebebasan Pers, Lex Specialis.

Pendahuluan

Pers memiliki peran strategis dalam demokrasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 28F UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Di era digital, media online menjadi kanal utama penyebaran informasi. Namun, pemanfaatan internet membuat media online juga bersinggungan dengan UU ITE. Hal ini menimbulkan persoalan hukum, terutama ketika karya jurnalistik diproses menggunakan UU ITE alih-alih UU Pers. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pers online dengan UU ITE, sekaligus menjawab apakah kriminalisasi pers online dapat dicegah dengan penerapan asas lex specialis derogat legi generali.

Pembahasan

1. Kedudukan UU Pers dan UU ITE

  • UU Pers No. 40 Tahun 1999 menjamin kemerdekaan pers (Pasal 2 dan Pasal 4) serta mengatur penyelesaian sengketa melalui hak jawab, hak koreksi, dan Dewan Pers (Pasal 5 dan Pasal 15). UU Pers tidak mengenal sanksi pidana atas karya jurnalistik.
  • UU ITE mengatur perilaku di ruang digital, termasuk ketentuan pidana terkait pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat 3) dan penyebaran berita bohong (Pasal 28). Pasal-pasal inilah yang kerap digunakan untuk melaporkan media online.

2. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali

Dalam teori hukum, UU Pers adalah lex specialis yang mengesampingkan UU ITE sebagai lex generalis. Artinya, sengketa terkait karya jurnalistik harus ditangani dengan UU Pers, bukan pidana UU ITE. Namun, dalam praktiknya aparat penegak hukum sering mengabaikan asas ini.

Studi Kasus

  1. Kasus Muhammad Yusuf (2018, Kalimantan Selatan)

    • Wartawan Kemajuan Rakyat ditahan menggunakan UU ITE karena menulis tentang konflik lahan sawit.
    • Yusuf meninggal dalam tahanan, kasus ini menimbulkan kritik luas karena dianggap sebagai kriminalisasi pers.
  2. Kasus Diananta Putra Sumedi (2020, Kalimantan Selatan)

    • Pemimpin Redaksi Banjarhits.id dipidana 3,5 bulan meski Dewan Pers menyatakan tulisannya produk jurnalistik.
    • Kasus ini memperlihatkan lemahnya penerapan asas lex specialis.
  3. Kasus Radar Bogor (2018)

    • Dilaporkan ke polisi karena berita kritik terhadap Presiden.
    • Dewan Pers turun tangan sehingga kasus diarahkan ke mekanisme UU Pers, menjadi contoh positif penerapan asas lex specialis.

Rekomendasi Solusi

  1. Revisi Pasal-Pasal Karet UU ITE
    Agar lebih jelas membedakan antara kritik, opini, dan penghinaan, serta mencegah kriminalisasi pers.

  2. Penguatan Kewenangan Dewan Pers
    Aparat penegak hukum harus diwajibkan meminta rekomendasi Dewan Pers sebelum memproses laporan pidana terhadap media online.

  3. Peningkatan Etika Jurnalistik Media Online
    Wartawan perlu menjaga akurasi, menghindari hoaks, dan tidak menggunakan judul sensasional yang berpotensi melanggar UU ITE.

  4. Literasi Hukum bagi Aparat Penegak Hukum
    Polisi, jaksa, dan hakim harus diberi pemahaman tentang posisi UU Pers sebagai lex specialis.

  5. Kolaborasi antara Pers dan Pemerintah
    Melalui forum reguler yang menyusun pedoman penyelesaian sengketa pers online agar konsisten dengan UU Pers.

Kesimpulan

  1. Media online adalah bagian dari pers modern yang tunduk pada UU Pers, namun sekaligus bersinggungan dengan UU ITE.
  2. Sengketa karya jurnalistik seharusnya diselesaikan dengan mekanisme UU Pers, bukan pidana UU ITE.
  3. Kasus-kasus nyata menunjukkan masih terjadinya kriminalisasi pers online akibat tumpang tindih regulasi.
  4. Reformasi regulasi, penguatan Dewan Pers, dan peningkatan literasi hukum diperlukan untuk menjamin kebebasan pers di era digital.

Daftar Pustaka

  • Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
  • Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
  • Republik Indonesia. (2016). Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008.
  • Dewan Pers. (2019). Laporan Tahunan: Penyelesaian Sengketa Pers di Era Digital. Jakarta: Dewan Pers.
  • Nugroho, B. (2020). Kriminalisasi Pers Online: Analisis UU Pers dan UU ITE. Jurnal Hukum Media, 12(2), 45–63.(***)


 


 Hendrizon, SH., MH.

Wartawan Muda

malumat-Hukum adalah fondasi utama dalam kehidupan bernegara. Tanpa hukum, negara akan kehilangan arah, kewibawaan, bahkan keberlangsungan. Hukum bukan sekadar kumpulan aturan tertulis, melainkan instrumen untuk mengatur, menertibkan, dan melindungi kehidupan berbangsa dan bernegara.

1. Sebagai Alat Pengatur

Hukum berfungsi mengatur hubungan antara negara dengan warga, serta antarwarga negara. Dengan adanya aturan yang jelas, setiap orang tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Hal ini menciptakan keteraturan sosial yang menjadi syarat mutlak bagi stabilitas negara.

2. Sebagai Alat Kontrol Kekuasaan

Tanpa hukum, kekuasaan bisa berubah menjadi tirani. Fungsi hukum adalah membatasi dan mengendalikan kekuasaan agar tidak sewenang-wenang. Prinsip rule of law memastikan bahwa pemerintah pun tunduk pada hukum, bukan berada di atas hukum.

3. Sebagai Alat Perlindungan

Hukum hadir untuk melindungi hak-hak warga negara. Setiap orang, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, maupun politik, memiliki hak yang sama di depan hukum (equality before the law). Perlindungan ini mencakup hak hidup, kebebasan berpendapat, hingga kepemilikan.

4. Sebagai Alat Penyelesaian Konflik

Konflik adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan bernegara. Hukum berperan sebagai jalan damai untuk menyelesaikan konflik, baik melalui peradilan maupun mekanisme hukum lainnya, sehingga tidak berkembang menjadi kekacauan yang mengancam negara.

5. Sebagai Instrumen Keadilan Sosial

Negara yang baik bukan hanya stabil, tetapi juga adil. Fungsi hukum adalah memastikan terciptanya distribusi keadilan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun politik. Dengan hukum, negara berupaya menjaga keseimbangan agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Penutup

Hukum bukan sekadar “aturan” — ia adalah penjaga negara. Melalui hukum, negara bisa berjalan teratur, adil, dan beradab. Oleh karena itu, fungsi hukum bukan hanya untuk mengikat, tetapi juga untuk melindungi dan menegakkan nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa.(***)




maklumatnews-Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bentuk negara yang dipilih para pendiri bangsa untuk menjaga persatuan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945:

Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.”

NKRI lahir sebagai jawaban atas keragaman suku, agama, budaya, dan bahasa yang dimiliki bangsa Indonesia.

 NKRI

NKRI berdiri di atas fondasi yang kokoh:

  1. Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi pemersatu.
  2. UUD 1945 sebagai konstitusi. Misalnya, Pasal 37 ayat (5) UUD 1945 menegaskan:

    “Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.”

    Hal ini menunjukkan bahwa bentuk negara kesatuan bersifat final dan tidak bisa diganti.

  3. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan pemersatu perbedaan.
  4. Wawasan Nusantara sebagai cara pandang terhadap kesatuan wilayah.

Tantangan NKRI

Hingga kini, NKRI masih menghadapi berbagai tantangan, seperti:

Upaya Memperkuat NKRI

Untuk memperkokoh NKRI, diperlukan langkah nyata, antara lain:

  • Memperkuat pendidikan kebangsaan dan nilai Pancasila.
  • Menjamin pemerataan pembangunan agar tidak terjadi kecemburuan antarwilayah.
  • Menegakkan hukum secara adil tanpa diskriminasi.
  • Mendorong persatuan melalui toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan.

Penutup

NKRI bukan sekadar bentuk negara, melainkan simbol persatuan bangsa Indonesia. Menjaga NKRI adalah tugas bersama, baik pemerintah maupun masyarakat. Dengan menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945, serta semboyan Bhinneka Tunggal Ika, NKRI akan tetap kokoh sebagai rumah besar bagi seluruh rakyat Indonesia.

artikel : Hendrizon, SH., MH.

LAWYER






 

Maklumatnews-pandangan hukum dan respons berbagai pihak atas demo yang berlangsung pada Agustus 2025 di Indonesia—dengan fokus pada aspek legal, hak konstitusional, pelanggaran oleh aparat, serta perlindungan terhadap peserta dan jurnalis:

1. Dasar Hukum Demonstrasi di Indonesia

  • UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menjadi pondasi yang menjamin hak berdemonstrasi sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang dilindungi konstitusional.

  • Menteri Koordinator Bidang Hukum, Yusril Ihza Mahendra, menekankan bahwa pemerintah tidak melarang demo, termasuk tuntutan ekstrem seperti pembubaran DPR/MPR, selama aksi itu tertib dan sesuai hukum.

2. Hak Konstitusional vs Ketertiban Umum

  • Akademisi dan pakar hukum mengingatkan bahwa hak untuk menyampaikan pendapat harus dilindungi, namun pelibatan anak-anak dalam demonstrasi menjadi sorotan serius. Dalam praktik, aparat mengamankan anak di bawah umur dengan dasar bahwa mereka tidak cakap hukum dan perlu dilindungi dari potensi kekerasan atau situasi berbahaya.

  • Para pengamat menekankan hal ini sebagai bagian dari pemenuhan hak anak yang dijamin oleh UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak, khususnya Pasal 28B ayat (2).

3. Kekerasan dan Represi Aparat dalam Demo Agustus 2025

  • Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyatakan bahwa penggunaan gas air mata, meriam air, pasukan taktis, dan sweeping oleh aparat merupakan bentuk represi berlebihan yang mencederai hak kebebasan berpendapat.

  • Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) mencatat 370 penangkapan sewenang-wenang, sekaligus mengkritik praktik “pengamanan” dan “pendataan” yang dinilai sebagai kamuflase dari pelanggaran HAM.

  • Data LBH dan YLBHI menunjukkan: lebih dari 3.300 ditangkap, 1.042 mengalami luka-luka, dan 10 orang meninggal dalam rentang aksi 25–31 Agustus 2025.

4. Perlindungan terhadap Jurnalis selama Demonstrasi

  • Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengecam kekerasan dan intimidasi yang dialami oleh jurnalis saat peliputan aksi demonstrasi antara 25–30 Agustus 2025. Mereka menaruh perhatian serius terhadap bentuk pembungkaman yang mengancam kebebasan pers dan demokrasi.

5. Respons Formal Pemerintah dan HAM

  • Kementerian HAM membuka posko pengaduan masyarakat, mendukung penindakan transparan terhadap pelanggaran dalam demonstrasi, dan mempertegas komitmen pemerintah untuk menjamin kebebasan berpendapat sesuai ICCPR Pasal 19 dan 21.

  • Akademisi seperti FHUI mengecam keras tindakan represif aparat dalam konteks demo akhir Agustus 2025, menegaskan bahwa hal tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan konstitusi.

  • SAPMA PP DKI menyampaikan bahwa meskipun aksi demonstrasi adalah hak konstitusional, kerusuhan dan vandalisme yang terjadi menyimpang dari nilai-nilai Pancasila dan merugikan masyarakat.

Ringkasan Pandangan Hukum

Isu Utama Pandangan Hukum / Pihak Terkait
Kebebasan berdemonstrasi Dijamin oleh UU 9/1998 & konstitusi
Syarat & batasan Harus tertib, tidak melibatkan anak (cakap hukum)
Kekerasan aparat Dikecam oleh PSHK, TAUD, FHUI sebagai pelanggaran HAM
Proteksi jurnalis Penindasan dianggap ancaman demokrasi
Respons pemerintah & HAM


⚖️ A. Prosedur Hukum Penanganan Demo yang Sah Menurut UU

Menurut UU No. 9Tahun1998 tentan Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, aksi demonstrasi sah jika memenuhi syarat berikut:

  1. Pemberitahuan ke Polisi minimal 3x24 jam sebelum aksi.
  2. Tidak mengganggu ketertiban umum, keamanan nasional, dan moralitas publik.
  3. Tidak membawa senjata.
  4. Peserta tidak boleh anak di bawah umur kecuali didampingi atau atas izin wali.

Jika syarat ini dipenuhi, polisi wajib melindungi, bukan membubarkan.

B. Pelanggaran Hukum dalam Penanganan Demo Agustus 2025

Berdasarkan temuan dari LBH, YLBHI, AJI, dan PSHK:

1. Kekerasan Fisik dan Penggunaan Kekerasan Berlebihan

  • Penggunaan gas air mata dan meriam air tanpa proporsionalitas.
  • Pemukulan, penendangan, dan pemborgolan tanpa perlawanan dari massa.

 Ini melanggar:

  • Pasal 28G UUD 1945 (hak atas rasa aman)
  • KUHP Pasal 351 (penganiayaan)
  • UU HAM No. 39/1999
  • Konvensi Menentang Penyiksaan (CAT) yang telah diratifikasi RI

2. Penangkapan Sewenang-Wenang

  • Ratusan peserta, termasuk anak-anak dan pelajar, ditangkap tanpa surat perintah.
  • Tidak semua ditangkap saat melakukan kekerasan.

 .Ini melanggar:

  • KUHAP (Pasal 18 ayat 1)
  • Prinsip due process of law
  • UU Perlindungan Anak

3. Pembatasan pada Pers

  • Jurnalis dilaporkan mengalami intimidasi, perampasan alat, dan pemukulan.

.Melanggar:

  • UU Pers No. 40 Tahun 1999
  • Pasal 28F UUD 1945 (hak memperoleh dan menyebarkan informasi)

C. Prinsip Hukum yang Dilanggar



1. Jika dilanggar oleh aparat/negara

  • Prinsip Perlindungan HAM → hak untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat dijamin UUD 1945 (Pasal 28E, 28F) dan UU No. 9 Tahun 1998.
  • Prinsip Legalitas & Rule of Law → tindakan aparat harus berdasarkan hukum, bukan sewenang-wenang.
  • Prinsip Non-Diskriminasi → tidak boleh ada perlakuan berbeda terhadap peserta demo karena pandangan politik, agama, atau latar belakang.
  • Prinsip Proporsionalitas → penggunaan kekerasan atau pembubaran harus sesuai kebutuhan, tidak boleh berlebihan.

2. Jika dilanggar oleh peserta demo

  • Prinsip Tertib Hukum → demo harus sesuai prosedur (pemberitahuan, waktu, tempat).
  • Prinsip Kepatuhan pada Hukum Positif → tidak boleh merusak fasilitas umum, mengganggu ketertiban, atau melakukan kekerasan.
  • Prinsip Menghormati Hak Orang Lain → kebebasan berpendapat tidak boleh menghilangkan hak warga lain untuk aman, tenang, dan beraktivitas.
  • Jadi, dalam demo sering terjadi pertentangan prinsip hukum: di satu sisi hak warga untuk menyampaikan pendapat, di sisi lain kewajiban menjaga ketertiban umum.
  • Latar Belakang & Pemicu Awal Aksi protes besar bermula pada 25 Agustus 2025, dipicu oleh rencana tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan untuk anggota DPR—sekitar sepuluh kali lipat upah minimum Jakarta—yang memicu kemarahan publik di tengah kesulitan ekonomi masyarakat rakyat.
    • Kritik tajam datang dari pernyataan kontroversial anggota DPR seperti Nafa Urbach dan Ahmad Sahroni, yang semakin memperparah kemarahan warga.
    • Demonstrasi menyebar ke banyak kota: Medan, Bandung, Makassar, Yogyakarta, dan hingga Papua, dengan pelibatan mahasiswa, pengemudi ojek online, buruh, dan masyarakat sipil.

    Puncak Krisis: 28–30 Agustus 2025

    • Pada 28 Agustus, pengemudi ojek daring bernama Affan Kurniawan tewas setelah tertabrak kendaraan lapis baja Brimob dalam kerusuhan demo di Jakarta—momen ini menjadi pemicu eskalasi lebih besar.
    • Kerusuhan menyebar: demonstran membakar kantor DPRD di Makassar dan daerah lain, menewaskan beberapa orang yang terjebak dalam kebakaran atau terluka saat melompat dari gedung.
    • Pemerintah merespons: Presiden Prabowo Subianto membatalkan kunjungan ke China, berjanji menyelidiki insiden Kurniawan, dan mencabut tunjangan mewah DPR.
    • Aksi juga mencapai titik ekstrem: rumah pejabat seperti Menkeu dan gedung parlemen menjadi sasaran kerusuhan dan penjarahan.
    • Amnesty International mengutuk penggunaan kekerasan berlebihan oleh aparat, mendesak penyelidikan dan pembebasan demonstran yang ditahan.

    Aksi Lanjutan & Tuntutan Publik

    • Gerakan protes berkembang menjadi menuntut reformasi struktural. Melalui gerakan “17+8 Tuntutan”, rakyat meminta:
      • Pengusutan tegas pelanggaran HAM,
      • Mundurnya keterlibatan militer (TNI),
      • Pembebasan tahanan demo,
      • Penindakan terhadap aparat yang berbuat kekerasan.

    Dampak & Respon

    • Unjuk rasa ini menjadi tantangan terbesar bagi pemerintahan Prabowo sejak awal masa jabatan.
    • Reformasi masih dituntut: meskipun ada pencabutan tunjangan, tuntutan mendalam soal oligarki, ketimpangan ekonomi, dan transparansi politik tetap bergema.

    Ringkasan 

    Aspek Uraian Singkat
    Pemicu utama Rencana tunjangan DPR Rp 50 juta/bln di tengah krisis ekonomi
    Puncak aksi 28–30 Agustus: kematian Affan, kerusuhan dan pembakaran gedung
    Tuntutan publik Reformasi struktural & pembatalan tunjangan elit
    Respons pemerintah Pencabutan tunjangan, pembatalan kunjungan, penyelidikan
    Dampak luas Krisis legitimasi pemerintah, mobilisasi nasional meluas
  • Demonstrasi Agustus 2025: Gejolak Nasional atas Ketimpangan Politik & Ekonomi

artikel:Hendrizon, SH.,MH

Posko pengaduan, afirmasi hak


 

 


maklumatnews-Pembunuhan berencana adalah salah satu bentuk tindak pidana berat dalam hukum pidana, karena dilakukan dengan perencanaan terlebih dahulu, artinya pelaku sudah memikirkan dan merencanakan pembunuhan tersebut sebelum melakukannya.

⚖️ Pengertian Pembunuhan Berencana

Pembunuhan berencana adalah tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dan telah direncanakan sebelumnya. Perencanaan ini bisa berupa mempersiapkan alat, memilih waktu/tempat, hingga cara membunuh korban.

Dasar Hukum di Indonesia

Pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):

Pasal 340 KUHP:

"Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, dihukum karena pembunuhan dengan rencana, dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun."

Unsur-Unsur Pasal 340 KUHP

Untuk dikategorikan sebagai pembunuhan berencana, harus memenuhi unsur:

  1. Ada niat membunuh.
  2. Perbuatan dilakukan dengan rencana yang matang sebelumnya (ada jeda waktu antara niat dan pelaksanaan, dan selama waktu itu pelaku tetap dalam niatnya).
  3. Perbuatan itu benar-benar dilakukan dan menyebabkan orang lain mati.
Contoh Kasus Nyata (Indonesia)

Ancaman Hukuman

Sesuai Pasal 340 KUHP:

  • Pidana mati, atau
  • Pidana penjara seumur hidup, atau
  • Pidana penjara paling lama 20 tahun.

Perbedaan dengan Pembunuhan Biasa (Pasal 338 KUHP)

Aspek Pasal 338 KUHP (Biasa) Pasal 340 KUHP (Berencana)
Niat dan Perencanaan Ada niat membunuh, spontan Ada niat membunuh dan direncanakan
Hukuman Penjara max. 15 tahun Mati, seumur hidup, atau max. 20 tahun
Contoh Cekcok lalu membunuh spontan Racun, menyewa pembunuh, jebakan

1. Proses Hukum Pembunuhan Berencana

Ketika seseorang diduga melakukan pembunuhan berencana, proses hukumnya mengikuti tahapan hukum acara pidana di Indonesia:

a. Penyelidikan & Penyidikan

  • Polisi menerima laporan atau menemukan bukti awal.
  • Penyelidikan untuk menentukan apakah ada tindak pidana.
  • Jika cukup bukti, masuk ke tahap penyidikan: memeriksa saksi, tersangka, mengumpulkan barang bukti.
  • Polisi menentukan pasal yang disangkakan, misalnya Pasal 340 KUHP.

b. Penahanan & Penetapan Tersangka

  • Jika bukti kuat, tersangka bisa ditahan.
  • Polisi melimpahkan berkas ke jaksa penuntut umum (JPU).

c. Penuntutan

  • Jaksa memeriksa kelengkapan berkas.
  • Jika lengkap (P21), jaksa membuat surat dakwaan.
  • Kasus dilimpahkan ke pengadilan.

d. Persidangan

  • Agenda sidang: pembacaan dakwaan, pemeriksaan saksi, ahli, terdakwa, dan bukti.
  • Jaksa harus membuktikan unsur-unsur Pasal 340 KUHP, khususnya:
    • Ada niat.
    • Ada perencanaan matang sebelum perbuatan dilakukan.

e. Putusan

  • Jika terbukti, hakim menjatuhkan hukuman sesuai Pasal 340 KUHP.
  • Jika tidak terbukti ada unsur perencanaan, bisa diturunkan ke Pasal 338 (pembunuhan biasa) atau pasal lain.

2. Unsur yang Harus Dibuktikan di Persidangan (Pasal 340)

Untuk membuktikan pembunuhan berencana, jaksa harus membuktikan:

Unsur Penjelasan Bukti yang Digunakan
1. Kesengajaan Terdakwa berniat membunuh Pengakuan, saksi, pesan/chat, rekaman
2. Rencana terlebih dahulu Ada jeda waktu dan persiapan Bukti pembelian alat, survei lokasi, catatan, komunikasi
3. Perbuatan dilakukan Korban benar-benar tewas Visum, saksi mata, CCTV
4. Hubungan kausal Ada kaitan antara rencana dan tewasnya korban Kronologi kejadian, bukti digital

3. Hal yang Memberatkan & Meringankan

Hal yang memberatkan:

  • Motif kejam atau sadis.
  • Korban anak-anak atau orang tak berdaya.
  • Tidak menunjukkan penyesalan.

Hal yang meringankan:

  • Mengakui perbuatan.
  • Menyesali tindakan.
  • Tidak ada niat jahat awal (bila bisa dibuktikan).

Contoh Skenario Pembunuhan Berencana:

Seorang suami ingin menghabisi istrinya karena masalah rumah tangga. Ia meracuni makanan yang dimasak khusus, membeli racun seminggu sebelumnya, dan menyembunyikan jejak. 

Pembunuhan berencana yang dilakukan oleh si pelaku terutama  sudah matang direncanakan sebelum terjadi pembunuhan. Si pelaku merencanakan karena sakit hati atau niat merencanakan ada sesuatu yang diinginkan sebelum kejadian. 

( artikel Hendrizon, SH., MH.)


 


Padang – Wali Kota Padang, Fadly Amran, secara resmi melepas keberangkatan kontingen Kota Padang untuk mengikuti Jambore Pramuka Muslim Dunia 2025 (World Muslim Scout Jamboree/WMSJ) di Cibubur, Jakarta Timur. 

Pelepasan berlangsung di Gedung Putih Rumah Dinas Wali Kota Padang, Kamis (4/9/2025) dengan penuh semangat kebersamaan dan dukungan dari Pemerintah Kota Padang.

Dalam kesempatan itu, Fadly Amran secara simbolis memasangkan rompi kepada salah seorang peserta. Ia menyampaikan rasa bangga sekaligus apresiasi kepada para pelajar yang akan membawa nama Kota Padang di ajang pramuka internasional tersebut.

“Juarailah setiap proses latihan, ikuti instruksi dengan sungguh-sungguh, dan jadilah pribadi yang peduli terhadap lingkungan serta sesama. Ingat, kepemimpinan itu sama dengan pengorbanan,” pesan Fadly Amran. 

Fadly juga menekankan pentingnya proses dalam meraih keberhasilan. 

“Mudah-mudahan kakak-kakak semua mampu menjuarai prosesnya, bukan hanya melihat hasil akhir. Dengan perencanaan yang baik dan komitmen tinggi, perjalanan ini akan bernilai dan membawa hasil terbaik. Jaga nama baik Kota Padang, serta raih prestasi dan ilmu dengan sebaik-baiknya,” tambahnya.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang, Yopi Krislova, yang juga Ketua Harian Jambore Kota Padang, menjelaskan bahwa ajang bergengsi ini akan digelar pada 9 –14 September 2025 di Bumi Perkemahan Cibubur. Sekitar 15 ribu peserta dari seluruh Indonesia serta 200 perwakilan dari negara-negara Muslim dipastikan ambil bagian.

“World Muslim Scout Jamboree ini merupakan pertemuan pramuka Muslim dunia pertama yang digelar di Indonesia, sekaligus bagian dari perayaan 100 Tahun Pondok Modern Darussalam Gontor. Tujuannya memperkuat persaudaraan sekaligus menciptakan perdamaian dunia,” ujarnya.

Kota Padang sendiri mengirimkan kontingen yang terdiri dari enam siswa SMPN 12 Padang dan empat belas siswa SMK Hamka. Mereka akan ambil bagian dalam berbagai kegiatan, termasuk festival seni dan budaya.

Salah seorang pendamping kontingen, Ari, mengungkapkan bahwa persiapan telah dilakukan secara maksimal. Kontingen Padang terpilih untuk tampil dalam malam pentas budaya dengan menampilkan atraksi tambua untuk kategori laki-laki dan tari piring untuk kategori perempuan.

“Target utama kami adalah memberikan penampilan terbaik sekaligus memperkenalkan budaya Sumatera Barat, khususnya Kota Padang, di ajang internasional ini,” ungkap Ari penuh optimis.

Dengan semangat yang dibawa para peserta, kontingen Kota Padang diyakini mampu tidak hanya mengharumkan nama daerah, tetapi juga memperkuat citra positif Indonesia di mata dunia. (Hariz/Mita/Taufik)

Author Name

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.